Saya buka salah satu grup WA. Anggotanya teman-teman di lingkaran pertemanan yang sama. Jadi kami saling mengenal. Sudah banyak pesan di situ. Saya scroll dan baca, ringkasnya ada seorang teman, sebut saja si A, membully secara verbal seorang teman yang lain, sebut saja si B.
Teman-teman yang lain langsung emosi tancap gas bereaksi. Mereka pun ikut membully. Tapi sasarannya: si A.
Selesai membaca, saya juga mulai ikutan membully si A. Saya pun sibuk hanyut terseret emosi yang terbangun sepanjang membaca grup itu. Saya tahu bahwa setiap kata yang terkirim itu akan berdampak serius pada kondisi mental si A.
Tentu tindakan bully yang dilakukan si A kepada si B itu sama sekali tidak dibenarkan. Itu termasuk kekerasan.
Namun tiba-tiba saya bertanya-tanya sendiri:
Sudah benarkah tindakan saya ikutan membully si A? Bukankah apa yang saya lakukan itu juga termasuk kekerasan?
Kenyataannya kita ini sama-sama pelaku kekerasan. Hanya beda bentuk, konteks, pihak, kepentingan. Termasuk dalam politik, sosial, dan sebagainya. Kita manusia-manusia yang buas.
Seperti istilah dalam bahasa latin yang pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM), “Homo homini lupus”. Artinya: “Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya”.
Masalahnya, kita terus menyangkal kenyataan itu. Kita terus menciptakan ilusi diri yang ideal: “Aku manusia yang ramah lembut penuh cinta”.
Dan kita bahkan hidup dalam ilusi diri tersebut, bukan hidup dalam kenyataan. Akibatnya, itu justru menyebabkan konflik batin yang jadi bahan bakar kita melakukan kekerasan.
Atau jangan-jangan kita ini enggak benar-benar melawan kekerasan. Kita sebenarnya hanya melawan orang lain & melawan pihak berseberangan yang melakukan kekerasan.
Kalau pelaku kekerasan itu diri kita sendiri atau berada di pihak yang sama dengan kita, maka kita enggak menganggapnya sebagai kekerasan.
Saya mendapatkan sebuah pelajaran pada hari ini: Barangkali kalau kita mau sungguh-sungguh menyadari kenyataan ini, kenyataan bahwa kita ini sama-sama pelaku kekerasan… barulah kita bisa benar-benar mengurangi kekerasan.
Kalau kita enggak hanya mengawasi kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, tapi kita juga mengawasi kekerasan yang kita lakukan ke orang lain dan ke diri kita sendiri… barulah kita bisa benar-benar mengurangi kekerasan.
Bagus sekali