Rahasia Manifestasi yang Jarang Diketahui

3 menit baca

Selama kamu berkata ‘Aku ingin’, maka kamu sebenarnya juga sedang berkata ‘Aku belum punya’.

Selama merasa kurang, manifestasi hanya menguatkan rasa kurang. Mulailah dari sadar penuh hadir utuh, merasa cukup dan utuh, di sini-kini.

Teman saya mengaduk kopinya, menatap kosong.

“Aku udah coba berdoa, afirmasi tiap hari, tulis semua di jurnal,” katanya pelan. “Aku bilang ke diri sendiri: aku mau hidup lebih baik, pekerjaan lebih baik, lebih damai. Tiap hari bilang ke semesta, ‘aku mau ini, aku mau itu’. Tapi kok malah makin terasa kurang, ya?

Saya hanya mendengarkan.

Dia terdiam sebentar, menatap uap yang naik dari cangkirnya.

“Baru sadar sekarang… aku minta karena merasa kurang terus. Semua yang aku katakan: ‘aku mau’, sebenarnya datang dari pikiran ‘aku belum punya’. Bahkan waktu aku ngomong ‘aku mau hidup yang bahagia’ pun, itu muncul dari aku yang ngerasa hidupku nggak bahagia.”

Dia tersenyum.

“Lucu ya… semua itu tanpa sadar aku ngomong: ‘aku kurang’. Mungkin rahasianya sederhana ya… merasa cukup dulu, sekadar hadir dulu, sebelum apa pun akan mengalir.

Dia menyeruput kopinya, lalu bersandar santai.

Banyak orang memulai manifestasi atau pun praktik afirmasi dengan keyakinan sederhana: “Aku pingin sesuatu yang belum ada dalam hidupku.”

Yang dirasa diinginkan bisa macam-macam: uang, pasangan, pekerjaan yang lebih baik, tempat tinggal yang lebih nyaman, dan masih banyak yang lainnya. Dari sini muncullah berbagai afirmasi yang terdengar positif di permukaan:

“Aku ingin pekerjaan yang lebih baik.”

“Aku ingin penghasilan yang cukup.”

“Aku ingin hidup yang bahagia.”

Tapi, tanpa disadari, di balik setiap kata “aku ingin”, tersembunyi pesan diam-diam kepada diri sendiri dan kehidupan: “Aku belum punya.” “Aku kurang.”

Bahkan ketika kita berdoa, “Tuhan, berikan aku ini, berikan aku itu”, seringkali doa itu lahir bukan dari kesadaran akan kelimpahan hidup, tapi justru dari rasa kekurangan.

Inilah paradoks yang menjadi penghalang terbesar:

Ketika afirmasi atau doa muncul dari perasaan kurang, kekurangan itulah yang justru terus menguat.

Law of Attraction dan Rasa “Belum Cukup”

Di hidup modern sekarang ini, ini sering terlihat dalam cara orang mempraktikkan law of attraction.

Banyak yang rajin menulis goal di jurnal, membuat vision board, mengucapkan mantra setiap hari, dengerin audio menarik rezeki, tapi semua itu dilakukan dengan dorongan: “Aku belum cukup”, “Aku harus cepat punya supaya bahagia.”

Pondasinya rapuh.

Mereka tidak sadar penuh hadir utuh di sini kini, dan tanpa kesadaran itu, manifestasi pun sebenarnya tidak akan terjadi.

Rahasia Sederhana yang Sering Terlewat

Lalu, apa rahasianya?

Ketika kita ingin mewujudkan sesuatu, langkah pertama bukan berfokus pada hal di luar sana, tetapi perlu kembali di sini-kini, menengok ke dalam diri, merasa utuh saat ini juga. Karena itulah yang sebenarnya kita butuhkan, di balik semua keinginan kita.

Tapi bukan lalu berpura-pura seolah-olah sudah punya segalanya. Tapi ini sungguh sadar dan mengalami bahwa diri sejati sudah senantiasa utuh, tak kurang apa pun.

Berawal dari Kecukupan, Bukan Kekurangan

Justru dari perasaan cukup, keutuhan yang tenang inilah, segala sesuatu mulai mengalir: hubungan yang baik, pekerjaan yang selaras, rezeki yang mencukupi, dan lain sebagainya.

Kalau pun tidak terwujud, tidak jadi masalah. Karena meski begitu, toh kita udah berada di kondisi yang sebenarnya kita butuhkan, yaitu terhubung dengan diri sejati, deeper I, kesadaran, perasaan cukup, utuh, kebahagiaan yang sesungguhnya.

Manifestasi bukan karena kita sibuk “mencari”, tetapi karena kita sudah sadar penuh hadir utuh di sini-kini dan merasa cukup.

Alih-alih menjadikan manifestasi atau praktik afirmasi sebagai cara mengejar apa yang kita pikir akan membuat bahagia, jadikan itu justru sebagai ekspresi dari kebahagiaan dan keutuhan yang sudah ada saat ini.

Meditasi pun sama:

Bukan jalan untuk “memperbaiki” hidup supaya sesuai dengan keinginan ego, tetapi ruang untuk menyadari bahwa hidup ini sudah utuh, bahkan sebelum semua keinginan tercapai.

Bukan jalan “aku” mendapatkan keinginan, sehingga “aku” makin membesar. Tetapi jalan mengecilnya “aku”.

Jadi, manifestasi itu dimulai dari kesadaran penuh kehadiran utuh di sini-kini. Bukan “aku ingin”, tetapi “aku sudah cukup”, dan dari kecukupan itu, semua hal mengalir dengan sendirinya.

Mental Health, Mindfulness, Psychology, Self Improvement, Spirituality
3 menit baca

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan