Kamu Mencintai Dia Senyatanya atau Cuma Dia di Pikiranmu?

2 menit baca

“Kamu menciptakan image mengenai diri dia di pikiranmu. Dan dia pun menciptakan image mengenai dirimu di pikiran dia. Image itu tersusun atas ingatan manis maupun pahit. Relasi yang terjadi seringkali bukan antara dirimu senyatanya dengan diri dia senyatanya. Tapi sebenarnya hanya relasi antara dua image di pikiran.”

“Kenapa sih kamu selalu telat pulang?” tanya Lila dengan nada tajam.

Dani menghela napas. “Aku nggak selalu telat. Hari ini saja ada rapat tambahan.”

Tapi yang Lila dengar bukan penjelasan itu. Yang muncul di kepalanya adalah semua ingatan manis maupun pahit. Memori lama itu menyusup, membuat suaranya meninggi.

“Kamu selalu punya alasan.”

Dani terdiam. Dalam hatinya, ia pun tak lagi melihat Lila yang duduk di depannya. Yang dia lihat hanyalah bayangan masa lalu, momen menyenangkan maupun menyedihkan yang pernah ia alami.

Suasana menegang. Sampai akhirnya, Lila berbisik lirih, “Aku capek, Dan. Aku merasa kamu nggak pernah benar-benar lihat aku.”

Kata-kata itu menembus dinding dalam pikiran Dani. Ia menatap Lila, kali ini lebih lama. Untuk pertama kalinya ia sadar: ia memang tidak sedang melihat Lila malam itu. Ia hanya melihat bayangan Lila yang diciptakan oleh memori.

Perlahan ia berkata, “Mau coba kita mulai lihat lagi, tanpa bayangan masa lalu?”

Kamu Melihat Dia Senyatanya, atau Hanya Melihat Image Dia di Pikiranmu?

Coba jujur sejenak: ketika melihat seseorang yang dekat denganmu (pasangan, orang tua, keluarga, atau teman), apakah kamu benar-benar melihat diri dia senyatanya saat ini? Atau sebenarnya, yang kamu lihat hanyalah image, citra, bayangan dalam pikiranmu tentang dia?

Ketika kita bilang, “Aku kenal banget sama dia.”

Yang kita maksud dengan “kenal” seringkali hanyalah tumpukan memori: apa yang pernah dia katakan, bagaimana dia dulu pernah membuat kita gembira, bagaimana dia dulu pernah menyakiti hati kita, dan sebagainya.

Semua itu membentuk image, citra, bayangan dalam pikiran. Dan akhirnya, relasi yang terjadi bukan “aku dengan dirimu”, tapi sebatas relasi antar image, relasi antara “image tentang aku dengan image tentang kamu.”

Bayangan yang Menyusup di Antara Kita

Pernah nggak merasa kesal sama pasangan hanya karena nada suaranya mirip waktu dia pernah marah dulu? Padahal kali ini dia sedang bicara biasa. Yang sebenarnya membuat kita kesal bukanlah perkataannya saat ini, tapi memori masa lalu yang ikut muncul.

Atau ketika temanmu datang telat, kamu langsung merasa “ah, dia memang nggak pernah bisa tepat waktu”. Padahal mungkin hari itu ada alasan yang berbeda. Lagi-lagi, kita tidak berelasi dengan kenyataan saat ini, tapi kita cuma berelasi dengan memori lama yang sudah terlanjur melekat di pikiran.

Apa itu Relasi Sejati?

Relasi sejati terjadi saat kita bisa menatap orang lain melampau semua image, bayangan, memori masa lalu. Melampaui prasangka, dendam, penghakiman terkait kejadian lama.

Artinya, kita sadar penuh hadir utuh di momen di sini-kini. Melihat dia senyatanya, seapaadanya, bukan dia versi lama yang tersimpan di memori.

Tentu ini bukan hal mudah. Karena pikiran kita otomatis menghidupkan kembali memori. Tapi justru di situlah latihan kesadaran. Berani sekadar hadir, melampaui memori-memori lama.

Menyentuh yang Nyata

Relasi nyata adalah terhubung langsung, dari senyatanya diri ke senyatanya diri. “Aku dengan dirimu.”

Bukan sebatas relasi antar image, antara “image tentang aku dengan image tentang kamu.” Bukan cuma antara “aku dengan bayanganmu, kamu dengan bayanganku.”

Baru di situ ada keintiman yang sesungguhnya. Karena kita saling benar-benar sekadar hadir, bukan sibuk bercakap dengan memori di pikiran.

Mungkin inilah yang dimaksud:

Cinta dan relasi sejati hanya bisa tumbuh ketika kita melampaui image, citra, bayangan, memori masa lalu di pikiran yang memisahkan kita.

Mental Health, Mindfulness, Psychology, Relationship, Self Improvement
2 menit baca

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan