Mengenal Diri: Pondasi dari Sebuah Relasi

2 menit baca

Adri duduk di coffee shop kecil dekat rumahnya di daerah Blok M, menatap layar ponsel, menunggu. Pesan yang ia kirim sejak pagi masih belum dibalas.

“Dia selalu gitu,” gumam Adri, “Enggak peduli sama sekali.”

Seorang teman lamanya, Dipa, duduk di kursi depannya.

“Ada apa? Mukamu keliatan sebel.”

Adri menghela napas panjang, “Pacarku. Enggak balas chat dari tadi. Rasanya kayak dia enggak butuh aku.”

Dipa tersenyum, “Dri, kamu yakin masalahnya ada di dia? Atau di dirimu sendiri, kamu berlebihan takut sendirian ditinggalkan dia?”

Adri terdiam. Selama ini, setiap diam dari pacarnya selalu ia tafsirkan sebagai penolakan. Mungkin benar, bukan orang lain yang jadi masalah. Mungkin dirinya sendiri yang belum benar-benar berani ia lihat.

Kita sering merasa masalah dalam relasi muncul karena orang lain.

“Dia yang berubah.”

“Dia yang salah paham.”

“Dia yang enggak ngerti aku.”

Tapi coba berhenti sebentar. Apa benar selalu seperti itu?

Relasi Sebagai Cermin

Setiap kali kita berelasi dengan seseorang, entah pasangan, teman, atau keluarga, sebenarnya kita sedang bercermin. Gimana relasi itu memantulkan diri kita itu sebenarnya orang kayak gimana: cara kita berpikir, merasakan, dan bereaksi.

Misalnya, pasangan telat balas chat. Ada orang yang santai saja, “Ah, mungkin lagi sibuk.” Ada juga yang langsung panik, curiga, atau tersinggung. Masalahnya enggak selalu di chat yang belum dibalas, tapi adakalanya pada cara batin kita menafsirkan kejadian itu.

Reaksi itu lahir dari seluruh proses diri kita. Luka lama, trauma masa lalu, ketakutan ditinggalkan, kebutuhan diakui, atau sekadar mood hari itu.

Mengapa Mengenal Diri Itu Penting?

Kalau kita tidak benar-benar mengenal diri, kita mudah terseret oleh asumsi dan emosi. Kita menyangka masalahnya ada di luar. Di pasangan yang cuek, di teman yang sibuk, atau di keluarga yang keras kepala. Padahal bisa jadi akarnya ada di dalam diri kita sendiri.

Bayangkan seperti sedang pakai kacamata yang lensanya buram. Kita mengira dunia di luar sana yang kotor, padahal sebenarnya lensa kita yang berdebu. Membersihkan kacamata itu sama seperti mengenali diri sendiri. Memulihkan luka, pola pikir, dan kebiasaan reaksi kita.

Relasi yang Lebih Jernih

Ketika mulai mengenal diri, relasi jadi terasa berbeda. Kita tidak lagi berlebihan menuntut orang lain untuk selalu sesuai ekspektasi. Kita bisa melihat, “Oh, ini aku yang sedang berlebihan takut,” atau “Ini aku marah sebenarnya lebih karena luka lama.”

Itu bukan berarti relasi jadi bebas masalah, tapi setidaknya kita punya pijakan yang lebih jernih. Dari situlah percakapan jadi lebih jujur, keintiman jadi lebih dalam, dan kita tidak lagi sibuk menyalahkan dunia luar.

Karena masalah dalam relasi, ternyata, bukan hanya tentang orang lain. Tapi juga tentang seberapa dalam kita sudah berani bertemu dengan diri sendiri.

Mental Health, Mindfulness, Psychology, Relationship, Self Improvement
2 menit baca

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan