Kamu bilang ‘iya’ karena beneran kamu mau, atau karena kamu takut bilang ‘tidak’?”
“Kalau memang enggak mau, belajarlah bilang “tidak”. Karena kalau kita terus-terusan enggak bilang “tidak” dan terpaksa berkata “iya” demi orang lain, maka tubuh kitalah yang akan berkata “tidak” dalam bentuk sakit fisik.”
Malam itu, teman saya duduk di hadapan saya, menarik napas panjang lalu berkata pelan,
“Aku capek banget, tau… capek banget. Kayaknya nggak ada hari aku nggak bilang “iya”.”
Saya hanya dengerin, berusaha memahami.
“Bos minta tambahan kerjaan, aku iya. Teman minta ditemenin, aku iya. Keluarga minta bantuin ini-itu, aku iya… aku iya terus. Padahal dalam hati, kadang pengen banget nolak.”
Dia tertawa kecil, kecut. “Lucu ya, kok susah banget sih cuma buat bilang ‘nggak’?”
Saya tetap diam, hanya sesekali mengangguk.
Dia lalu seakan berbicara pada dirinya sendiri.
“Aku tuh udah ngerasa ini dari lama… kayak, badanku sendiri mulai protes. Aku sering banget sakit kepala, gampang capek banget, tidur nggak nyenyak… kadang kayak badanku tuh bilang: ‘Udah, berhenti.’ Tapi aku malah jalan terus.”
Dia menghela napas.
“Aku baru nyadar sih… mungkin ini bukan soal sibuknya kerjaan atau banyaknya permintaan orang. Ini soal aku yang dari dulu kayak nggak dikasih ruang buat nolak.”
Dia berhenti sebentar.
“Waktu kecil, aku inget banget… kalau bilang nggak mau, dibilang anak nakal. Kalau nolak, dibilang keras kepala. Jadi ya… akhirnya aku terbiasa untuk iya aja.”
Dia bersandar di kursi, tersenyum.
“Kayaknya, sekarang waktunya aku belajar bilang ‘nggak’ deh. Nggak usah nunggu tubuhku yang jatuh sakit baru aku berhenti.”
Sejak kecil, kita sebenarnya udah tahu cara bilang “nggak”. Bahkan sebelum bisa bilang “iya”, kata “tidak” sering jadi kata pertama yang keluar dari mulut kita. Itu wajar banget. Karena “nggak” adalah cara alami anak kecil untuk menunjukkan siapa dirinya, membela keinginannya, dan menjaga batas pribadinya (boundaries).
Tapi masalahnya, lingkungan sekitar, orang tua, sekolah, budaya, kadang nggak suka kalau anak kecil terlalu sering bilang “nggak”.
Kalau bilang “nggak”, dikatain:
“Jangan melawan!”,
“Anak baik itu nurut!”,
“Ikutin aja kata orang tua!”.
Akhirnya kita belajar untuk menekan kata “tidak”. Kita lebih fokus untuk nyenengin orang lain daripada dengerin diri sendiri. Lama-lama kita jadi dewasa yang selalu siap sedia memenuhi permintaan orang lain, bahkan ketika diri kita terdalam sebetulnya ingin bilang: “Aku capek… aku butuh istirahat… aku nggak mau…”.
Dan tau nggak? Kalau kita nggak berani bilang “nggak”, tubuh kita yang akhirnya bilang “nggak”.
Caranya? Dalam bentuk sakit fisik.
Enggak semua penyakit sih, tapi berbagai penyakit seperti nyeri yang nggak jelas asalnya, kelelahan berkepanjangan, bahkan gangguan cemas atau depresi, punya kecenderungan begitu karena kita terlalu lama menekan kebutuhan diri sendiri. Stres yang kita anggap “biasa aja” ternyata bisa diam-diam bikin tubuh terus-terusan tertekan, sampai akhirnya sistem kekebalan tubuh melemah.
Di zaman sekarang, fenomena ini makin kelihatan. Hidup kita penuh dengan tuntutan: kerja keras demi pencapaian, menjaga citra di media sosial, selalu tersedia buat keluarga atau teman, sampai lupa kapan terakhir kita bilang “nggak”.
Kita jadi lebih takut mengecewakan orang lain daripada mengecewakan diri sendiri. Kita jadi lebih sering memprioritaskan ekspektasi luar daripada dengerin apa yang tubuh dan diri kita sendiri butuhkan.
Padahal, berkata “tidak” bukanlah selalu hal yang egois.
Sebaliknya, “tidak” yang sehat justru bisa jadi bentuk cinta pada diri sendiri. Itu cara kita menjaga energi, kesehatan, dan kewarasan. Kalau kita belajar berkata “tidak” kepada hal-hal yang melelahkan, kita sedang memberi ruang pada diri sendiri untuk pulih dan tumbuh.
Karena kalau terus-terusan bilang “iya” demi orang lain, pada akhirnya tubuh kita yang bakal bilang “tidak” demi kita.
Jadi kata “tidak” adalah hal yang sangat alami dan diperlukan untuk menjaga diri.
Banyak orang sulit berkata “tidak” karena pola asuh dan ekspektasi lingkungan sejak kecil.
Kalau kita terus menekan kebutuhan diri sendiri, tubuh kita bisa memberontak lewat sakit.
Belajar berkata “tidak” adalah salah satu cara paling sehat untuk merawat diri dan mencegah stres kronis.
Oleh karena itu, mulai sekarang coba tanya lagi ke diri sendiri:
“Apa aku bilang ‘iya’ karena aku mau, atau karena aku takut bilang ‘tidak’?”