Kita terprogram, terkondisi, untuk meraih, mendapatkan. Bahkan saat kita bermeditasi.
Seorang teman duduk di sebelah saya sore itu, matanya menatap kosong ke taman.
“Sekarang hidupmu gimana?” Tanya saya.
Lama diam, sebelum akhirnya berkata pelan:
“Kemarin, aku nyuci piring sambil mikir soal hidup. Seperti biasa. Mikirin kenapa hidupku begini, kenapa aku nggak seproduktif temen-temenku, kenapa aku ngerasa mandek. Sampai tiba-tiba… busa sabun di tanganku kok kelihatan nyenengin. Lucu ya, absurd banget. Tapi aku berhenti mikir dan mulai lihat busa itu. Lalu air yang mengalir. Dengerin suaranya. Dan rasanya… kayak di ruangan gelap, lalu nyalain lampu. Semua tiba-tiba nyata.”
Ia tertawa kecil, dan matanya berbinar.
“Aku sadar, selama ini aku hidup kayak orang yang lagi buru-buru nyari sesuatu… tapi nggak tahu nyari apa. Mikir terus tentang masa depan, padahal waktu masa depan itu datang, aku mikirin masa depannya lagi. Jadi aku tetap aja nggak ada di situ, nggak hadir di momen itu. Terus ngejar, tapi nggak sampai-sampai. Selalu abai sama momen saat ini, di sini-kini. Konyol, ya?”
Aku diam mendengarkan, dan ia melanjutkan.
“Sejak itu, kalau aku pas meditasi, aku nggak lagi ‘berusaha’ meditasi. Aku cuma nyoba hadir aja, di manapun aku lagi berada. Kadang gagal, seringnya sih gagal. Hehehe. Tapi sesekali, kalau aku lagi menyeduh teh, atau ngliat langit, atau bahkan pas mandi… aku sekadar hadir aja, di momen itu. Nggak ke mana-mana, termasuk nggak buka social media. Dan anehnya, rasanya cukup. Bukan karena semuanya sempurna. Tapi karena aku terhubung dengan present moment.”
Ia menatapku, lalu tersenyum.
“Jadi kalau kamu tanya aku sekarang hidupku gimana… aku nggak tahu. Tapi di momen-momen tertentu, aku beneran ngerasain hidup. Dan untuk sekarang, itu udah lebih dari cukup.”
Tentang meditasi, kita sering membayangkan meditasi sebagai sesuatu yang serius. Duduk diam dalam posisi tertentu, dengan napas terkendali, dan pikiran yang tenang. Tapi sesungguhnya, meditasi bukanlah apa yang kita lakukan. Meditasi adalah bagaimana kita melakukannya.
Apapun yang kita lakukan: mencuci piring, mandi, menyikat gigi, makan, menyapu lantai, menyetir mobil, bekerja, bahkan berjalan kaki, bisa menjadi meditasi, asalkan kita hadir sepenuhnya di dalam momen itu, tanpa berniat maupun berharap akan hasil tertentu. Pikiran barangkali tetap mengembara ke masa lalu atau masa depan, tapi kita tidak hanyut terseret pikiran itu. Kita melakukan apa yang kita lakukan semata karena melakukannya, bukan karena ingin mencapai sesuatu setelahnya.
Kebanyakan dari kita menjalani hidup dengan pikiran yang selalu mengarah ke tujuan. Kita seolah hidup terjebak dalam kultur meraih dan mendapatkan. Saat makan, kita tidak benar-benar makan. Kita makan sambil berpikir tentang pekerjaan. Saat berjalan, kita tidak benar-benar berjalan. Kita berjalan sambil membayangkan percakapan di masa depan. Akibatnya, kita kehilangan kehidupan, karena kehidupan hanya ada di saat ini.
Maka, meditasi adalah kesadaran penuh atas saat ini, tanpa tergesa menuju saat berikutnya.
Ilusi yang sangat mengakar di hidup kita yaitu kita hidup untuk masa depan. Bahwa kebahagiaan ada di ujung perjuangan panjang, atau setelah kita mendapatkan yang kita inginkan, setelah kita pulih, setelah “menjadi lebih baik.” Tapi itu semua hanya konsep. Masa depan tidak nyata. Masa depan belum tiba, dan saat ia tiba, ia selalu tiba sebagai sekarang. Lalu kita mengejar masa depannya lagi. Dan kita nggak akan pernah sampai.
Jadi jika kita bermeditasi untuk mendapatkan yang kita inginkan di masa depan, berarti itu kita tidak sedang bermeditasi. Kita cuma sedang memperkuat pola pikir yang sama yang membuat kita gelisah selama ini, bahwa hidup ini selalu belum cukup sekarang, dan kita harus mengejar masa depan.
Padahal, dalam keheningan, kita mulai menyadari:
Bahwa hidup ini tidak harus dikejar. Hidup senantiasa berlangsung, di sini-kini.
Itulah meditasi yang sesungguhnya, menyadari bahwa kita telah sampai. Tidak ada lagi sesuatu yang kita harus menjadi sesuatu itu. Just being, not becoming. Tidak ada lagi tempat untuk kita capai. Nowhere to go, just herenow.
Singkatnya:
Meditasi bukan cara untuk mencapai sesuatu. Meditasi justru seni berhenti berusaha mencapai. Hanya menyadari bahwa kita sudah tiba, di momen saat ini, di sini-kini.
Dan momen di sini-kini, momen yang kita pikir itu remeh, hanya sepele, tapi kalau kita benar-benar menyadarinya, itu bukanlah remeh dan hanya sepele, itu adalah keajaiban yang begitu indah.