Mencintai Pasangan vs Membuat Pasangan Merasa Dicintai

3 menit baca

“Kamu bisa aja udah ugal-ugalan mencintai seseorang, tapi dia enggak merasa dicintai sama sekali. Karena luka batin, trauma masa lalunya membuat dia sulit menerima cinta.”

Malam sudah larut. Di kamarnya yang sempit dan penuh buku, Rafi menatap layar ponsel yang menyala. Panggilan masuk: Dian.

Dia menghela napas, lalu menekan tombol hijau.

“Ya… halo.”

Suara Dian terdengar di ujung sana, dengan nada yang membuat dada Rafi agak sesak.

“Rafi… kita bisa ngomong sebentar?”

“Bisa, kenapa?”

“Kayaknya aku nggak kuat lagi… Aku ngerasa kamu nggak sayang sama aku, Fi.”

Rafi diam sejenak. “Apa maksud kamu? Aku selalu ada. Aku telepon, aku chat, aku nganterin kalau kamu butuh…”

Dian menghela napas panjang.

“Iya… kamu ngelakuin semua itu. Tapi… aku nggak *ngerasa* dicintai.”

Rafi mengerutkan kening, menahan campuran kesal dan bingung.

“Aku udah ngelakuin semuanya buat kamu. Aku nggak ngerti apa lagi yang kurang.”

Hening.

Rafi menyandarkan kepalanya ke dinding.

“Jadi yang aku lakuin selama ini… nggak ada artinya?”

“Bukan nggak ada artinya,” jawab Dian pelan.

“Aku tahu kamu sayang… cuma cara kamu sayang itu nggak nyampe ke aku.

Suara Dian terdengar rapuh tapi jujur. Rafi akhirnya bertanya pelan, “Kalau gitu, aku harus gimana?”

“Cukup di tengah sibukmu, kamu mau luangin waktu nggak perlu lama-lama quality time sama aku. Pas quality time, kamu nggak terus ngliat hpmu. Jadi yang ketemu bukan hanya fisik, tapi juga diri kita beneran hadir secara utuh. Aku cuma butuh itu, Fi.”

Rafi terdiam lama.

Baru kali ini dia sadar, selama ini dia mencintai Dian dengan caranya sendiri… tapi tidak pernah bertanya bagaimana cara Dian butuh dicintai.

“Maaf ya…” bisiknya akhirnya. “Aku mau belajar… beneran.”

Dian tidak langsung menjawab, tapi napasnya terdengar lebih lega.

“Aku tahu, Fi… makasih mau nyoba.”

Percakapan itu berakhir, tidak dengan pertengkaran. Tapi dengan ruang bagi Rafi untuk sadar, bahwa mencintai tidak selalu sama dengan membuat orang merasa dicintai.

Relasi itu bukan hanya soal “mencintai dan merasa dicintai di saat sekarang”, tapi juga sangat terkait dengan gimana pengalaman 2 orang itu dalam mencintai dan dicintai di masa lalu, gimana pola emosi yang terbentuk sejak masa kecil.

Mencintai pasangan berarti memiliki afeksi, empati, peduli pada pasangan.

Tetapi membuat pasangan merasa dicintai bergantung pada bagaimana kapasitas pasangan itu menerima cinta, yang seringkali dibentuk oleh masa kecil, sejarah emosionalnya, terutama luka dan pola batinnya dari masa lalu.

Contoh:

Seseorang bisa merasa sangat mencintai pasangannya, tetapi kalau pasangannya membawa luka keterabaian masa kecil, mungkin dia tidak bisa merasakan cinta itu meskipun cinta yang diberikan kepadanya itu nyata dan tulus.

Dengan kata lain: Ada jarak yang muncul ketika cinta yang kamu berikan ke dia tidak diterima seperti maksudmu, karena setiap orang, dia membawa “peta internal”, “filter”, “kacamata” mereka sendiri tentang bagaimana cinta itu seharusnya.

Sekarang, ini sering dipahami sebagai “love languange” atau kegagalan mengenali kebutuhan emosional terdalam pasangan.

Banyak ketidakcocokan dalam relasi bukan karena kekurangan cinta, tapi lebih karena ketidaksadaran atas luka batin masa lalu yang membuat seseorang merasa sulit menerima cinta, bahkan ada tembok yang menghalangi dia untuk meraakan cinta yang diberikan kepadanya.

Jadi, bisa terjadi meskipun kamu merasa mencintai pasanganmu, mungkin dia tidak bisa merasa dicintai jika dia terus memproyeksikan ketakutan, keraguan, atau ekspektasinya dari trauma masa lalunya.

Apa yang sebaiknya dilakukan?

1. Kenali pola relasi masing-masing.

Sadari bahwa respon pasangan bukan hanya tentang *kita* hari ini, tapi bisa juga berasal dari luka batin masa kecilnya (dan di sisi sebaliknya, respon kita juga berasal dari luka batin kita sendiri). Seringkali dalam relasi, trauma masa lalu kita jadi terlihat. Maka lihat relasi sebagai tempat di mana trauma masa lalu bisa muncul ke permukaan untuk dipulihkan.

2. Buka ruang empati didasari kesadaran.

Bukan sekadar “aku mencintaimu”, tapi “aku ingin mengenal sisi terdalam dirimu yang terlihat dalam relasi ini.” Bukan hanya memberi, tapi juga be present, menemani rasa sakitnya, yang menghalangi dia merasakan cinta yang diberikan ke dia.

3. Komunikasi yang jujur dan welas asih.

Saling bertanya dengan sepenuh hati: *“Apa yang membuatmu merasa dicintai? Apa yang terjadi ketika kamu tidak merasa demikian?”Komunikasi ini tidak untuk saling menyalahkan, tapi supaya mengenal lebih luas soal ruang emosi masing-masing.

4. Jaga kesadaran diri.

Kenali juga motif di balik keinginan kita agar pasangan merasa dicintai. Apakah benar-benar karena kita tidak nyaman melihat mereka tidak bahagia? Ataukah cuma karena ego kita yang ingin diakui sebagai “pasangan yang baik”?

Mencintai pasangan adalah satu hal. Memastikan dia merasa dicintai adalah hal lain yang memerlukan kesadaran atas luka batin dan pola relasi yang dia bawa dari masa lalunya.

Cinta sejati bukan hanya memberi, tapi juga memahami bagaimana trauma masa lalu membentuk “filter”, mempengaruhi cara dia menerima cintamu.

Mental Health, Mindfulness, Psychology, Self Improvement, Spirituality
3 menit baca

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan