Di meja makan itu dari luar, semua terlihat wajar. Mereka sudah bersama hampir 5 tahun.
Tapi di dalam hatinya, Rani merasa kosong.
“Capek nggak hari ini?” tanya Arga, sambil tetap menatap layar ponselnya.
“Lumayan,” jawab Rani pendek, matanya hanya menatap nasi yang tak habis.
Obrolan berhenti di permukaan, sekadar formalitas. Tak ada yang salah, tapi juga tak ada yang benar-benar hidup.
Rani akhirnya berbisik pelan, “Kenapa ya… rasanya aku sendirian, padahal kamu ada di sini?”
Arga tersentak, seketika ia benar-benar menatap mata Rani. Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar lelah: kesepian yang tak bisa dihapus dengan hadirnya tubuh.
Malam itu, setelah sekian lama, hening mengundang mereka untuk saling menghadirkan diri secara utuh sehingga mereka pun sungguh-sungguh bertemu.
Ada banyak orang yang bilang, “Aku sudah punya pasangan, tapi kok tetap merasa kesepian, ya?”
Ini bukan sekadar curhatan receh. Ini adalah salah satu paradoks dalam hubungan manusia modern.
Kesepian Bukan Soal Ada atau Tidaknya Orang Lain
Kesepian sering disalahpahami. Banyak yang mengira, kesepian akan hilang kalau kita punya pasangan. Nyatanya, justru banyak orang merasa paling kesepian ketika sudah berada dalam sebuah hubungan. Kenapa? Karena kesepian bukan ketiadaan orang lain. Kesepian terasa ketika tidak benar-benar bertemu. Cuma tubuhnya yang bertemu, tapi pikirannya pergi berlarian entah ke mana.
Bayangkan: kamu duduk berdua di meja makan, ngobrol setiap hari, bahkan tidur di ranjang yang sama. Dari luar, tampak dekat. Tapi di dalam hati, terasa jauh. Yang hadir hanya tubuh, bukan batin.
Rutinitas yang Mengikis Kehangatan
Seiring waktu, hubungan sering terjebak dalam rutinitas. Obrolan jadi sekadar “udah makan belum?”, “jangan lupa ina inu ya”, atau “nanti pulang jam berapa?”. Dangkal, tidak menyentuh. Hubungan tetap berjalan, tapi keterhubungan batin tidak terjadi.
Di titik ini, seseorang bisa merasa seperti punya pasangan hanya sebagai identitas, bukan di hati.
Kesepian Adalah Sinyal dari Dalam
Perasaan sepi dalam hubungan, lebih dalam lagi, itu bisa jadi tanda bahwa diri kita sendiri belum berteman baik sama diri kita sendiri, belum terhubung sama diri sendiri.
Kita berharap pasangan mengisi ruang kosong dalam batin, padahal hanya kita sendirilah yang bisa mengisi ruang itu.
Contohnya begini: ada orang yang punya pasangan perhatian, tapi tetap merasa hampa. Karena apa pun yang diberikan pasangan, pesan manis, pelukan, hadiah, tidak akan cukup kalau hubungan dia dengan dirinya sendiri terputus.
Seperti kabel saklar lampu terputus. Meski dialiri listrik, lampu enggak akan menyala.
Dari Hubungan ke Kehadiran Secara Utuh
Kesepian hilang bukan saat seseorang cuma datang mengisi hidup kita, tapi saat keduanya saling hadir secara utuh. Dan kita bisa hadir secara utuh untuk pasangan, kalau kita terhubung sama diri sendiri.
Seberapa dalam hubungan kita dengan orang lain, tergantung seberapa dalam hubungan kita dengan diri kita sendiri.
Dan ketika dua orang yang sama-sama terhubung dengan dirinya sendiri bertemu, itulah baru menjadi keintiman sejati.
Itu bukan sekadar hubungan, tapi kehadiran diri secara utuh yang diberikan untuk pasangannya.
Pada akhirnya, di tengah waktu yang terus bergerak, hadiah terindah untuk orang yang kita cintai adalah kehadiran diri kita secara utuh buat orang itu. Bukan hanya tubuh yang bertemu, tapi pikiran, hati, batin juga ikut bertemu.
Dan kalau kamu merasa kesepian meski punya pasangan, mungkin bukan selalu tentang dia. Bisa jadi tentang apakah kamu sudah benar-benar berteman baik sama dirimu sendiri.